Rabu, 23 Oktober 2013

RESUME BUKU “BUDAYA BEBAS”


RESUME BUKU “BUDAYA BEBAS”

Buku “Budaya Bebas” dibuat oleh Lawrence Lessig tahun 2004 , buku ini merupakan salah satu hasil dari proyek penerjemahan “Berbagi Pengetahuan tentang Budaya Media Baru” bagian dari agenda kerja KUNCI Cultural Studies Center untuk tahun 2009-2011 yang bertajuk “Konvergensi Media dan Teknologi di Indonesia: Sebuah Perspektif Kultural.” Pengertian Budaya bebas dalam buku ini adalah budaya yang memberikan keleluasaan yang besar bagi orang lain untuk bisa membangun karya baru di atas karya lain; budaya tidak bebas, atau ijin, memberikan jauh lebih sedikit keleluasaan. Kebudayaan kita dulu adalah budaya bebas. Kini, ia semakin tidak demikian adanya. Budaya terbagi menjadi dua yakni Budaya Komersial dan Budaya Nonkomersial. Budaya Komersial adalah bagian dari kebudayaan diproduksi dan dijual atau diproduksi untuk dijual, contoh dari buku ini adalah ketika Noah Webster menerbitkan karyanya yang berjudul “Reader” (Pembaca) atau Joel Barlow menerbitkan puisinya, sedangkan budaya non komersial adalah kebubadayaan yang tidak diproduksi dan tidak di jual contoh dari buku ini adalah ketika seorang kakek duduk-duduk di sekitar taman atau di sudut jalan menyampaikan cerita-cerita untuk anak-anak dan lainnya.



Buku ini akan menulusuri dua gagasan yaitu “pembajakan dan pemilikan”. Kedua gagasan itu menjadi klaim utama dalam buku ini. bahwa sementara Internet menghasilkan sesuatu yang fantastis dan baru, pemerintah yang didorong media besar untuk merespon “sesuatu yang baru” ini, justru menghancurkan sesuatu yang sangat tua. Buku ini adalah suatu cerita tentang konsekuensi dari bentuk korupsi – sebuah konsekuensi yang masih belum diketahui oleh sebagian besar dari kita.

“Pembajakan”


Sejak lahirnya hukum yang mengatur tentang kepemilikan kreatif, perang terhadap “pembajakan” sudah ada. Kontur dari konsep “pembajakan” ini sulit digambarkan, namun ketidakadilan yang menggerakkannya lebih mudah untuk dipahami. Pembajakan yaitu menggunakan pemilikan kreatif orang lain tanpa ijin , jika “ada nilai, ada hak” adalah benar adanya maka sejarah industri konten adalah sejarah pembajakan. Sektor penting dari “media besar” masa kini contohnya film, rekaman, radio dan TV kabel- lahir dalam bentuk pembajakan dalam pengertian tersebut di atas. Ada banyak sekali jenis pembajakan seperti contoh tersebut yang berhak cipta. Pembajakan ini hadir dalam bermacam bentuk. Yang paling signifikan adalah pembajakan komersial, yaitu pengambilan tanpa ijin konten orang lain dalam konteks komersial.

“Kepemilikan”

Kepemilikan secara konteks disebut hak cipta. Dimana hak cipta adalah semacam properti. Hak cipta dapat dimiliki dan dijual dan hukum melindunginya dari pencurian. Biasanya, para pemilik hak cipta dapat menentukan berapa pun harga yang ia inginkan. Sementara pasar memperhitungkan jumlah penawaran dan permintaan yang turut menentukan besaran harga yang akan didapatkannya. Hak cipta lahir dari seperangkat larangan yang sangat spesifik: untuk melarang orang lain mencetak ulang. Hak cipta merupakan salah satu jenis properti dimana negara wajib melindunginya sebagian contoh : creativecommons (CC) dan Lawrence Lessig pencipta buku ini.

Kesimpulan :

Menurut saya, dalam buku “budaya bebas” ini kita harus membedakan pembajakan dan kepemilikan serta budaya komersial dan budaya nonkomersial, semuanya  itu telah diatur oleh hukum cipta. Serta kita harus berhati-hati dalam berkreativitas karena  hukum kini mengatur seluruh rentang kreativitas yang ada, komersial maupun nonkomersial, transformatif maupun tidak, dengan aturan yang sama, yang dirancang untuk mengatur penerbitan komersial. Dan jika kita ingin menggunakan karya orang lain maka kita harus meminta ijin.

link download buku : http://kunci.or.id/wp-content/uploads/2012/02/budaya-bebas.pdf

0 komentar:

Posting Komentar