Jumat, 13 Juni 2014

Bangga Berbahasa Indonesia


Refleksi 85 tahun Soempah Pemoeda: Bangga Berbahasa Indonesia


Salah satu butir Sumpah Pemuda menyebutkan bahwa para pemuda Indonesia “menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Dengan demikian, sejak 85 tahun yang lalu bahasa Indonesia telah menjadi satu-satunya bahasa yang diharapkan mampu mempersatukan berbagai macam suku bangsa di negara ini, yang masing-masing memiliki bahasa daerah yang beragam. Dampaknya sungguh luar biasa! Para pemuda dari berbagai daerah dapat membulatkan tekat dengan satu bahasa untuk berjuang meraih kemerdekaan.

Selanjutnya bahasa Indonesia tidak hanya berperan menjadi bahasa persatuan, namun kemudian berkembang menjadi bahasa negara, bahasa nasional, maupun bahasa resmi. Bahkan bahasa Indonesia kemudian berhasil mendudukkan dirinya menjadi bahasa budaya dan bahasa ilmu ilmu pengetahuan. Dengan begitu, bahasa Indonesia memiliki makna dan peran penting bagi bangsa Indonesia.

Berdasarkan kenyataan yang demikian, pastinya kita sebagai bangsa Indonesia pantas (bahkan wajib) bangga telah memiliki bahasa Indonesia. Apalagi bila kita melihat kenyataan yang ada, masih banyak bangsa atau negara yang tidak memiliki bahasa nasionalnya sendiri sebagai bahasa yang resmi digunakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Negara Singapura dan Brunei Darussalam menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional dan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi. Australia, Selandia Baru, dan Papua Nugini menggunakan bahasa Inggris. Austria berbahasa resmi bahasa Jerman. Belgia sampai saat ini menggunakan dua bahasa resmi, yaitu bahasa Prancis dan bahasa Belanda, yang keduanya bukan bahasa asli mereka. Swiss bahkan “terpaksa” menggunakan empat bahasa sekaligus, yaitu bahasa Jerman, Prancis, Inggris, dan Roma, yang keempatnya juga bukan bahasa sendiri. Sedangkan Kanada menetapkan dua bahasa resmi, yaitu bahasa Inggris dan Prancis, yang keduanya bukan pula bahasa mereka. Bahkan Amerika Serikat yang merupakan negara adikuasa, juga tidak mempunyai bahasa sendiri untuk dijadikan bahasa nasional maupun bahasa resmi. Negara ini menggunakan bahasa Inggris dan Spanyol (Sumber: Negara dan Bangsa, Grolier International 1999).

Dengan memiliki bahasa sendiri sebagai bahasa nasional, seharusnya bangsa Indonesia bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Sudahkah bangsa ini bangga dengan bahasanya sendiri? Kenyataan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat tidaklah demikian. Rasa cinta dan bangga terhadap bahasa Indonesia belum tertanam kuat pada setiap insan Indonesia. Simak saja perlakuan siswa di sekolah terhadap pelajaran bahasa. Sebagian dari mereka tentu lebih mengutamakan mempelajari bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia. Barangkali bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa yang tidak perlu dipelajari karena sebagai bahasa sendiri, bahasa Indonesia sudah pasti mampu dikuasai tanpa harus dengan serius belajar. Dalam kegiatan diskusi keilmuan pun demikian, sering dijumpai pembicara yang lebih banyak menggunakan istilah asing daripada istilah dalam bahasa Indonesia.

Barangkali mereka menganggap bahwa bahasa asing lebih tinggi derajatnya daripada bahasa Indonesia. Atau bisa juga bahasa Indonesia dianggap kurang ilmiah dan kurang intelek dibandingkan dengan bahasa asing. Kenyataannya, hampir seluruh lapisan masyarakat seolah berlomba-lomba menggunakan istilah-istilah dari bahasa Inggris, meski sebetulnya istilah bahasa Inggris yang mereka gunakan tidak beraturan.

Maraknya penggunaan bahasa asing dalam masyarakat sesungguhnya tidak lepas dari pandangan sebagian masyarakat yang menganggap bahasa asing memiliki gengsi lebih tinggi dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Dengan menggunakan bahasa Inggris, pembicara atau pemakai bahasa dianggap terlihat lebih gagah, modern, dan terdidik. Hanya saja tidak jarang pemakai bahasa tersebut tidak paham betul dengan kosa ataupun ejaan kata asing (Inggris) yang dipakai. Bagi mereka yang penting terlihat gagah karena telah menggunakan bahasa asing (Inggris). Karena itulah, mereka tak lagi memperhatikan aturan penulisan ejaan maupun pengucapannya.

Mari kita simak gambar berikut:

Gambar di atas menunjukkan kesalahan tersebut. Manakah di antara PHOTOCOPY, PHOTO COPY, FOTOCOPY, atau FOTOKOPI yang penulisannya sesuai dengan ejaan dalam bahasa Inggris? Ejaan yang benar dalam bahasa Inggris adalah PHOTOCOPY, kemudian kata tersebut diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia dengan ejaan FOTOKOPI.

Begitu pula dengan gambar di bawah ini:

Mana yang benar: STANDART, STANDARD, atau STANDAR? Ejaan yang benar dalam bahasa Inggris adalah STANDARD, kemudian kata tersebut diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia dengan ejaan STANDAR.

Lantas, bagaimana dengan yang ini:

Mempelajari dan menguasai bahasa asing, terutama bahasa Inggris, tidak ada salahnya. Namun, pelajari dan kuasailah dengan cara yang benar. Yang tidak kalah penting, penggunaan bahasa tersebut sebaiknya tidak dicampuradukkan dengan bahasa Indonesia, yang akhirnya justru merusak kaidah berbahasa. Apalagi sampai membikin aturan sendiri-sendiri. Ujung-ujungnya bukan terlihat lebih gagah dan modern, tetapi justru membingungkan pembaca atau pendengar. Bahkan yang lebih parah adalah menjadi bahan tertawaan.

Bahasa Indonesia adalah milik bangsa Indonesia. Lantas, siapa yang harus mencintai, membanggakan, membesarkan, dan melestarikan bahasa Indonesia? Relakah jika identitas bangsa itu diambil bangsa lain atau justru kemudian punah? Kita telah bersumpah untuk menjunjung tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.

Sungguh tak pantas bila sebuah bangsa yang sudah memiliki bahasa sebagai identitas dan jati diri bangsanya, yang sudah disepakati bersama dalam ikrar Sumpah Pemuda, lantas mengabaikan bahkan mengkhianati begitu saja sesuatu yang telah diikrarkan itu. Untuk itu, siapa pun yang masih merasa menjadi bangsa Indonesia mesti merenungkan untuk mencari solusi terbaik demi terjaganya keberadaan dan kelestarian bahasa Indonesia. Mari kita berusaha menjunjung tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. (Raden Kusdaryoko Tjokrosutiksno)

Sumber :


0 komentar:

Posting Komentar