Refleksi 85 tahun Soempah Pemoeda: Bangga
Berbahasa Indonesia
Salah satu butir Sumpah Pemuda
menyebutkan bahwa para pemuda Indonesia “menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.” Dengan demikian, sejak 85 tahun yang lalu bahasa Indonesia telah
menjadi satu-satunya bahasa yang diharapkan mampu mempersatukan berbagai macam
suku bangsa di negara ini, yang masing-masing memiliki bahasa daerah yang
beragam. Dampaknya sungguh luar biasa! Para pemuda dari berbagai daerah dapat
membulatkan tekat dengan satu bahasa untuk berjuang meraih kemerdekaan.
Selanjutnya bahasa Indonesia tidak hanya berperan
menjadi bahasa persatuan, namun kemudian berkembang menjadi bahasa negara,
bahasa nasional, maupun bahasa resmi. Bahkan bahasa Indonesia kemudian berhasil
mendudukkan dirinya menjadi bahasa budaya dan bahasa ilmu ilmu pengetahuan.
Dengan begitu, bahasa Indonesia memiliki makna dan peran penting bagi bangsa
Indonesia.
Berdasarkan kenyataan yang demikian, pastinya
kita sebagai bangsa Indonesia pantas (bahkan wajib) bangga telah memiliki
bahasa Indonesia. Apalagi bila kita melihat kenyataan yang ada, masih banyak
bangsa atau negara yang tidak memiliki bahasa nasionalnya sendiri sebagai
bahasa yang resmi digunakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Negara Singapura dan Brunei
Darussalam menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional dan bahasa Inggris
sebagai bahasa resmi. Australia, Selandia Baru, dan Papua Nugini menggunakan
bahasa Inggris. Austria berbahasa resmi bahasa Jerman. Belgia sampai saat ini
menggunakan dua bahasa resmi, yaitu bahasa Prancis dan bahasa Belanda, yang keduanya
bukan bahasa asli mereka. Swiss bahkan “terpaksa” menggunakan empat bahasa
sekaligus, yaitu bahasa Jerman, Prancis, Inggris, dan Roma, yang keempatnya
juga bukan bahasa sendiri. Sedangkan Kanada menetapkan dua bahasa resmi, yaitu
bahasa Inggris dan Prancis, yang keduanya bukan pula bahasa mereka. Bahkan
Amerika Serikat yang merupakan negara adikuasa, juga tidak mempunyai bahasa
sendiri untuk dijadikan bahasa nasional maupun bahasa resmi. Negara ini
menggunakan bahasa Inggris dan Spanyol (Sumber: Negara dan Bangsa, Grolier
International 1999).
Dengan memiliki bahasa sendiri
sebagai bahasa nasional, seharusnya bangsa Indonesia bangga menggunakan bahasa
Indonesia sebagai alat komunikasi. Sudahkah bangsa ini bangga dengan bahasanya
sendiri? Kenyataan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat tidaklah demikian.
Rasa cinta dan bangga terhadap bahasa Indonesia belum tertanam kuat pada setiap
insan Indonesia. Simak saja perlakuan siswa di sekolah terhadap pelajaran
bahasa. Sebagian dari mereka tentu lebih mengutamakan mempelajari bahasa
Inggris daripada bahasa Indonesia. Barangkali bahasa Indonesia dianggap sebagai
bahasa yang tidak perlu dipelajari karena sebagai bahasa sendiri, bahasa
Indonesia sudah pasti mampu dikuasai tanpa harus dengan serius belajar. Dalam kegiatan
diskusi keilmuan pun demikian, sering dijumpai pembicara yang lebih banyak
menggunakan istilah asing daripada istilah dalam bahasa Indonesia.
Barangkali mereka menganggap bahwa bahasa asing
lebih tinggi derajatnya daripada bahasa Indonesia. Atau bisa juga bahasa
Indonesia dianggap kurang ilmiah dan kurang intelek dibandingkan dengan bahasa
asing. Kenyataannya, hampir seluruh lapisan masyarakat seolah berlomba-lomba
menggunakan istilah-istilah dari bahasa Inggris, meski sebetulnya istilah
bahasa Inggris yang mereka gunakan tidak beraturan.
Maraknya penggunaan bahasa asing dalam masyarakat
sesungguhnya tidak lepas dari pandangan sebagian masyarakat yang menganggap
bahasa asing memiliki gengsi lebih tinggi dibandingkan dengan bahasa Indonesia.
Dengan menggunakan bahasa Inggris, pembicara atau pemakai bahasa dianggap
terlihat lebih gagah, modern, dan terdidik. Hanya saja tidak jarang pemakai
bahasa tersebut tidak paham betul dengan kosa ataupun ejaan kata asing
(Inggris) yang dipakai. Bagi mereka yang penting terlihat gagah karena telah
menggunakan bahasa asing (Inggris). Karena itulah, mereka tak lagi
memperhatikan aturan penulisan ejaan maupun pengucapannya.
Mari kita simak gambar berikut:
Gambar di atas menunjukkan kesalahan tersebut.
Manakah di antara PHOTOCOPY, PHOTO COPY, FOTOCOPY, atau FOTOKOPI yang
penulisannya sesuai dengan ejaan dalam bahasa Inggris? Ejaan yang benar dalam
bahasa Inggris adalah PHOTOCOPY, kemudian kata tersebut diadaptasi ke dalam
bahasa Indonesia dengan ejaan FOTOKOPI.
Mana yang benar: STANDART, STANDARD, atau
STANDAR? Ejaan yang benar dalam bahasa Inggris adalah STANDARD, kemudian kata
tersebut diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia dengan ejaan STANDAR.
Lantas, bagaimana dengan yang ini:
Mempelajari dan menguasai
bahasa asing, terutama bahasa Inggris, tidak ada salahnya. Namun, pelajari dan
kuasailah dengan cara yang benar. Yang tidak kalah penting, penggunaan bahasa
tersebut sebaiknya tidak dicampuradukkan dengan bahasa Indonesia, yang akhirnya
justru merusak kaidah berbahasa. Apalagi sampai membikin aturan
sendiri-sendiri. Ujung-ujungnya bukan terlihat lebih gagah dan modern, tetapi
justru membingungkan pembaca atau pendengar. Bahkan yang lebih parah adalah
menjadi bahan tertawaan.
Bahasa Indonesia adalah milik bangsa Indonesia.
Lantas, siapa yang harus mencintai, membanggakan, membesarkan, dan melestarikan
bahasa Indonesia? Relakah jika identitas bangsa itu diambil bangsa lain atau
justru kemudian punah? Kita telah bersumpah untuk menjunjung tinggi bahasa
persatuan, Bahasa Indonesia.
Sungguh tak pantas bila sebuah bangsa yang sudah
memiliki bahasa sebagai identitas dan jati diri bangsanya, yang sudah
disepakati bersama dalam ikrar Sumpah Pemuda, lantas mengabaikan bahkan
mengkhianati begitu saja sesuatu yang telah diikrarkan itu. Untuk itu, siapa
pun yang masih merasa menjadi bangsa Indonesia mesti merenungkan untuk mencari
solusi terbaik demi terjaganya keberadaan dan kelestarian bahasa Indonesia.
Mari kita berusaha menjunjung tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
(Raden Kusdaryoko Tjokrosutiksno)
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar