RESUME BUKU “BUDAYA BEBAS”
Buku “Budaya Bebas” dibuat oleh Lawrence
Lessig tahun 2004 , buku ini merupakan salah satu hasil dari proyek
penerjemahan “Berbagi Pengetahuan tentang Budaya Media Baru” bagian dari agenda
kerja KUNCI Cultural Studies Center untuk tahun 2009-2011 yang bertajuk
“Konvergensi Media dan Teknologi di Indonesia: Sebuah Perspektif Kultural.” Pengertian
Budaya bebas dalam buku ini adalah budaya yang memberikan keleluasaan yang
besar bagi orang lain untuk bisa membangun karya baru di atas karya lain;
budaya tidak bebas, atau ijin, memberikan jauh lebih sedikit keleluasaan.
Kebudayaan kita dulu adalah budaya bebas. Kini, ia semakin tidak demikian
adanya. Budaya terbagi menjadi dua yakni Budaya Komersial dan Budaya
Nonkomersial. Budaya Komersial adalah bagian dari kebudayaan diproduksi dan
dijual atau diproduksi untuk dijual, contoh dari buku ini adalah ketika Noah
Webster menerbitkan karyanya yang berjudul “Reader” (Pembaca) atau Joel
Barlow menerbitkan puisinya, sedangkan budaya non komersial adalah kebubadayaan
yang tidak diproduksi dan tidak di jual contoh dari buku ini adalah ketika
seorang kakek duduk-duduk di sekitar taman atau di sudut jalan menyampaikan
cerita-cerita untuk anak-anak dan lainnya.
Buku ini akan menulusuri dua gagasan yaitu
“pembajakan dan pemilikan”. Kedua gagasan itu menjadi klaim utama dalam buku
ini. bahwa sementara Internet menghasilkan sesuatu yang fantastis dan baru,
pemerintah yang didorong media besar untuk merespon “sesuatu yang baru” ini,
justru menghancurkan sesuatu yang sangat tua. Buku ini adalah suatu cerita
tentang konsekuensi dari bentuk korupsi – sebuah konsekuensi yang masih belum
diketahui oleh sebagian besar dari kita.
“Pembajakan”
Sejak lahirnya hukum yang mengatur tentang
kepemilikan kreatif, perang terhadap “pembajakan” sudah ada. Kontur dari konsep
“pembajakan” ini sulit digambarkan, namun ketidakadilan yang menggerakkannya
lebih mudah untuk dipahami. Pembajakan yaitu menggunakan pemilikan kreatif
orang lain tanpa ijin , jika “ada nilai, ada hak” adalah benar adanya maka
sejarah industri konten adalah sejarah pembajakan. Sektor penting dari “media
besar” masa kini contohnya film, rekaman, radio dan TV kabel- lahir dalam
bentuk pembajakan dalam pengertian tersebut di atas. Ada banyak sekali jenis
pembajakan seperti contoh tersebut yang berhak cipta. Pembajakan ini hadir
dalam bermacam bentuk. Yang paling signifikan adalah pembajakan komersial,
yaitu pengambilan tanpa ijin konten orang lain dalam konteks komersial.
“Kepemilikan”
Kepemilikan secara konteks disebut hak cipta.
Dimana hak cipta adalah semacam properti. Hak cipta dapat dimiliki dan dijual dan
hukum melindunginya dari pencurian. Biasanya, para pemilik hak cipta dapat menentukan
berapa pun harga yang ia inginkan. Sementara pasar memperhitungkan jumlah penawaran
dan permintaan yang turut menentukan besaran harga yang akan didapatkannya. Hak
cipta lahir dari seperangkat larangan yang sangat spesifik: untuk melarang
orang lain mencetak ulang. Hak cipta merupakan salah satu jenis properti dimana
negara wajib melindunginya sebagian contoh : creativecommons (CC) dan Lawrence
Lessig pencipta buku ini.
Kesimpulan :
Menurut saya, dalam buku “budaya bebas” ini kita
harus membedakan pembajakan dan kepemilikan serta budaya komersial dan budaya
nonkomersial, semuanya itu telah diatur
oleh hukum cipta. Serta kita harus berhati-hati dalam berkreativitas
karena hukum kini mengatur seluruh
rentang kreativitas yang ada, komersial maupun nonkomersial, transformatif
maupun tidak, dengan aturan yang sama, yang dirancang untuk mengatur penerbitan
komersial. Dan jika kita ingin menggunakan karya orang lain maka kita harus
meminta ijin.
link download buku : http://kunci.or.id/wp-content/uploads/2012/02/budaya-bebas.pdf
0 komentar:
Posting Komentar